SRAGEN - Aksi teror bagi siswa yang tidak mengenakan jilbab di SMA Negeri 1 Gemolong beberapa waktu, jangan sampai terulang kembali.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, akan turun langsung dan memberikan sanksi kepada guru-guru jika pembinaan yang dilakukan terhadap siswa, tetap tak bisa menghentikan kasus intoleransi dan radikalisme di lingkungan sekolah.
Hal tersebut ditegaskan Gubernur Jawa Tenegah, Ganjar Pranowo, ketika memberikan pengarahan dan audiensi bersama pengurus kerohanian islam (rohis) SMA dan SMK se-Kabupaten Sragen di aula SMA Negeri 3 Sragen, Rabu (22/1/2020).
Menurut Ganjar, kasus intoleransi yang menimpa salah satu siswi di SMAN 1 Gemolong beberapa waktu lalu, sudah selesai.
Orang nomor satu di Jawa Tengah itu juga menyatakan telah berkomunikasi dengan pihak orangtua siswi itu dan menghormati keputusan orang tua yang memindahkan putrinya ke sekolah lain.
Gubernur menjelaskan, dalam kasus dugaan intoleransi yang trjad di SMA Negeri 1 Gemolong ini, Pemrintah provinsi Jawa Tengah, telah melalukan pembinaan.
Pembinaan diberikan kepada guru, siswa serta komunikasi dengan orangtua murid.Termasuk kedatangannya memberi pembinaan ke Rohis semua SMA, SMK dan MA di SMAN 3 Sragen tadi, juga dalam upaya itu.
“ Saya hanya minta, kasus seperti ini, jangan terulang kembali. Saya pesan kepada para guru, lakukan pembinaan kepada siswa. Jika tidak bisa, biar gubernur saja yang akan turun mengurusi. Kalau sudah tidak bisa dibina, baru nanti kita beri sanksi,” tegasnya.
Ditambahakannya, kehadirannya di SMAN 3 Sragen juga bagian untuk meluruskan jika ada hal-hal yang melenceng di sekolah.Menurutnya, jika ada materi yang salah, harus diluruskan.
Sebagaiamana diketahui, siswi kelas X di SMA Negeri 1 Gemolong, Sragen, Jawa Tengah, Z, mengaku diteror kawannya yang merupakan aktivis organisasi keagamaan sekolah karena tidak mengenakan jilbab. teror dari temmannya tersebut telah berlangsung lama melalui pesan WhatsApp.
Kondisi ini, membuat Z dan orang tuanya merasa tidak nyaman dan akhirnya Z memilih pindah ke sekolah lain.